Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah
1.Undang-Undang Otonomi Daerah
A. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000
TAP
MPR RI No. IV/MPR/2000 yang membahas mengenai materi rekomendasi kebijakan
dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Ketetapan MPR RI ini dikeluarkan dua
tahun setelah Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. Pada tahun tersebut, terjadi
pertimbangan untuk mengeluarkan Tap MPR RI yang menjabarkan secara lebih lanjut
Tap MPR RI mengenai otonomi daerah yang sebelumnya. Ketetapan ini sendiri
dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama
tahun-tahun sebelumnya belum dilaksanakan seperti yang diharapkan sehingga
banyak terjadi kegagalan.
Berdasarkan
kegagalan dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang banyak terjadi itulah MPR
RI mengeluarkan naskah rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Naskah tersebut berisi rumusan permasalahan penyelenggaraan otonomi
daerah beserta dengan rekomendasi kebijakan yang merupakan solusi atas
permasalah dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut.
B. UU No. 32 Tahun 2004
Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah yaitu
UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang
ini merupakan UU pertama yang dikeluarkan berkenaan dengan otonomi daerah
setelah dikeluarkannya Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. UU ini secara lengkap
membahas mengenai pemerintahan daerah yang merupakan ujung tombak
penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Pemberlakuan dari UU ini
mempertimbangkan bahwa efisiensi dan efektivitas dari penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah, dan juga aspek potensi serta
keanekaragaman daerah.
UU
ini juga merupakan amanat dari pasal-pasal dalam UUD 1945 yang membahas
mengenai pemerintahan daerah. Setiap upaya penyelenggaraan otonomi daerah di
Indonesia haruslah berpegangan pada UU ini agar tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat tercapai dengan baik dan
benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. UU No. 23 Tahun 2014
Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang terakhir kita bahas yaitu
UU No. 23 tahun 2014. UU ini merupakan revisi atau perubahan dari beberapa
pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Di dalam UU ini,
terdapat pengaturan mengenai pembagian wilayah negara, kekuasaan pemerintahan,
urusan pemerintahan (baik yang berupa klasifikasi urusan pemerintahan, urusan
pemerintahan absolut, dan urusan pemerintahan konkuren serta urusan
pemerintahan umum).
UU
ini juga membahas mengenai adanya Forkopimda, yaitu forum koordinasi pemimpin
daerah yang bermanfaat untuk menunjang kelancara pelaksanaan urusan
pemerintahan umum. Selain itu, UU ini juga membahas kekhususan wewenang daerah
provinsi di laut dan daerah provinsi yang berciri kepulauan.
2. Perubahan Penerimaan Daerah
dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
1.PERUBAHAN
PENERIMAAN DAERAH DAN PERANAN ASLI DAERAH
Pengertian pendapatan asli daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa
“Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
Menurut
Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah
pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber
PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik
daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.
Sedangkan
menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan
daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai
perwujudan asas desentralisasi.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh
daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai
dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan
pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan
asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya
ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan
perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai
alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan
rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang
dikehendaki setiap daerah.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat
dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan
daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam
mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha
peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang
Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi dalam
kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu
sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah
sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan
tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.
2. SUMBER
SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH
Adapun sumber-sumber
pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:
1)
Hasil pajak daerah;
Pajak
merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah.
Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya Rochmad Sumitro
yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang
dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten,
dan sebagainya”.
a)
Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak
daerah;
b)
Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
c)
Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau
peraturan hukum Lainnya;
d) Hasil
pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan
rumah tangga daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah sebagai badan
hukum publik
2)
Hasil retribusi daerah;
Sumber
pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian
retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya
Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah (Josef Kaho Riwu, 2005:171) adalah
pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa
pekerjaan, usaha atau mhlik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang
diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak Iangsung”.
Dari
pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok retribusi
daerah, yakni:
a)
Retribusi dipungut oleh daerah;
b)
Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang Iangsung
dapat ditunjuk;
c)
Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa
yang disediakan daerah
3)
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kekayaan
daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan
umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan
dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam
hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan
daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan
yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan
utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya
dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi
nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju
masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu
pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan harus tetap berpegang
pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi. (Penjelasan atas UU No.5
Tahun 1962)
Berdasarkan ketentuan di atas maka walaupun perusahaan daerah
merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya
hagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dan perusahaan daerah bukanlah
berorientasi pada profit (keuntungan),
akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum.
Atau dengan perkataan lain, perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang
harus tetap terjainin keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
4)
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a)
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa
giro;
c)
Pendapatan bunga;
d)
Keuntungan seIisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh daerah
Sedangkan
menurut Feni Rosalia (dalam Bintoro Tjokroamidjojo 1984: 160) sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah antara lain:
a)
Dari pendapatan melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada daerah
atau yang bukan menjadi kewenangan pemajakan pemerintah pusat dan masih ada
potensinya di daerah;
b)
Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, misalnya retribusi, tarif perizinan
tertentu, dan lain-lain;
c)
Pendapatan-pendapatan daerah yang diperoleh dari keuntungan-keuntungan
perusahaan daerah, yaitu perusahaan yang mendapat modal sebagian atau seluruh
dari kekayaan daerah;
d)
Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,
dengan ini dimaksudkan sebagai bagian penerimaan pusat dan kemudian diserahkan
kepada daerah;
e)
Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau yang
penggunaannya ditentukan daerah tersebut;
f)
Seiring terdapat pemberian bantuan dari pemerintah pusat yang bersifat khusus
karena keadaan tertentu. Di Indonesia hal ini disebut ganjaran;
g)
Penerimaan-penerimaan daerah yang didapatdari pinjaman-pinjaman yang dilakukan
pemerintah daerah
3. Pembangunan Ekonomi Regional
Pembangunan
regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas
lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. Pembangunan regional ialah
strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk
mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari
daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki
Faktor yang
menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional:
- Keuntungan Lokasi
- Aglomerasi Migrasi
- Arus lalu lintas modal antar
wilayah.
Teori
Pertumbuhan Ekonomi Regional dibagi atas 4 kelompok
- Export Base - Models
- Neo Klassik Models
- Cumulative Causation Models
- Core Periphery Models
A.
Model Export
Base
Dipelopori oleh Douglas C. North,Kelompok ini berpendapatan bahwa
pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis
keuntungan lokasi (comperative advantage) dan dapat digunakan oleh daerah
tersebut sebagai kekuatan ekspor.
Keuntungan
lokasi umumnya berbeda setiap region hal ini tergantung pada keadaan geografi
daerah setempat.
Export Base Models berorientasi pada prinsip Comperative advantage dan
Comperative Competitive.
B. Model Neo
Klassik
Penekanan analisanya pada peralatan
fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional
adalah modal, tenaga kerja dan tehnologi. Selain itu dibahas secara mendalam
perpindahan penduduk ( migrasi ) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan
ekonomi regional.
Model Neo Klassik mengatakan bahwa
terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan
kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan.
Pada saat
proses pembangunan baru dimulai (NSB) tingkat perbedaan kemakmuran antar
wilayah cenderung menjadi tinggi ( Divergence ) sedangkan bila proses proses pembangunan
telah berjalan dalam waktu lama ( Negara maju ) maka perbedaan tingkat
kemakmuran antar wilayah cenderung menurun ( Convergence ) Teori Simon Kuznet
Alasan ( pada NSB )
Lalu lintas
orang dan modal masih belum lancar,belum lancarnya fasilitas perhubungan dan
komunikasi.
Masih
kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk yang mengakibatkan belum
lancarnya arus perpindahan orang dan modal antar wilayah.
C. Model Cumulative Causation ( Keynes )
Menurut
Dixon dan Thirwall ( 1974 ) Setiap negara akan mengalami “ Verdoorn Effect “
tidak
terjadi Convergence dalam perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah walaupun
negar tsb.
Tergolong maju
Daerah maju
tetap berkembang secara pesat karena adanya hubungan positip antara kemajuan
tehnologi dengan tingkat keuntungan perusahaan ( usaha ). Sedangkan daerah yang
kurang berkembang akanm tetap berkembang secara lambat karena tingkat
keuntungan yang diperoleh usahawan pada daerah ini rendah.
Peningkatan
pemerataan pembangunan tidak dapat hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi
dapat dilakukan melalui campur tangan aktif dari pemerintah dalam bentuk
program-program pembangunan wilayah.
D.
Model Core Periphery
Oleh John
Friedman Menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi
antara pembangunan kota (core) dan desa ( periphery).Menurut teori ini gerak
langkah pembangunan daerah perkotaan
Akan lebih
banyak ditentukan oleh keadaan desa –desa sekitarnya. Sebaliknya corak
pembangunan daerah pedesaan sangat ditentukan oleh arah pembangunan daerah
perkotaan
Aspek
interaksi antar daerah ( spatial interaction )
Menurut John
Friedman
Hubungan
Core Periphery dapat terjadi disebabkan karena :
1. Perluasan
pasar
2. Penemuan
sumber-sumber baru
3. Perbaikan
prasarana perhubungan
4.
Penyebaran tehnologi antar daerah
4. Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
1. Faktor internal
Faktor internal terdiri dari
rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) karena tingkat pendidikan yang
kurang mumpuni, dan budaya kemiskinan. Pengertian budaya kemiskinan adalah
sikap mudah menyerah, pasrah terhadap keadaan, apatis, dan tidak ada keyakinan
masa depan yang baik. Mengapa banyak masyarakat yang bersikap seperti
itu? Salah satu jawabannya, mereka tidak berdaya dari segi ekonomi dan
kekuasaan. Para pejabat tinggi negara seolah-olah tidak mampu mendorong sikap
pesimis mereka. Dibiarkanlah yang miskin menjadi semakin miskin. Begitu pula
sebaliknya, yang kaya pun akan semakin kaya.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari
luar kontrol dan kemampuan setiap individu. Contohnya perbedaan kondisi
geografis yang terdiri dari perbedaan pertumbuhan penduduk, perbedaan tingkat
pendidikan dan kesehatan, perbedaan ketenagakerjaan, dan perbedaan perilaku dan
etos kerja masyarakat. Ada juga karna kurang lancarnya barang dan jasa yang
terdiri dari kurang lancarnya kegiatan perdagangan antar wilayah dan migrasi
yang kurang lancar.
5. Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Permasalahan perekonomian merupakan
masalah yang sangat nyata yang dialami oleh negara kita Indonesia. Berbagai
permasalahan perekonomian selalu ada di setiap daerah, salah satunya di daerah
Indonesiaa bagian timur.
Masalah perekonomian selalu terkait
dengan pembangunan yang dilakukan oleh negara. Masalah pokok dalam pembangunan
daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan
yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal
(daerah).
Tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan perekonomian selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran.
Kesempatan kerja bagi penduduk atau
masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap
upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah.
Oleh karena itu pemerintah daerah
berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber
daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah.
Permasalah kawasan timur Indonesia yang
memiliki potensi yang sangat melimpah namun belum sampai juga menyentuh
kesejahteraan rakyat kebanyakan. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa belahan
wilayah Indonesia Bagian Timur berbeda keadaannya dari belahan wilayah
Indonesia Bagian Barat. Secara geografis ketersebaran pulau-pulaunya berada di
wilayah yang sangat luas.
Perhubungan menjadi masalah utama, baik
darat, laut, maupun udara. Keadaan medan dan iklim merupakan kendala alami yang
luar biasa sulitnya untuk diatasi. Di beberapa wilayah, perhubungan antar pulau
dengan perahu rakyat seolah-olah terputus beberapa bulan oleh datangnya musim
angin kencang.
Di Irian Jaya, 75% dari
kecamatan-kecamatan yang ada terpaksa harus dicapai dengan angkutan udara,
karena tidak adanya angkutan darat atau sungai. Ketersebaran penduduk maupun
isolasi alami menimbulkan keadaan yang khusus pula. Ratusan bahasa daerah
dipergunakan di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, walaupun jumlah penduduknya
tidak terlalu banyak.
Kebudayaan-kebudayaan daerah demikian
juga halnya, sangat beraneka ragam; mulai dari kebudayaan tingkat Zaman batu
sampai Zaman Mutakhir. Ada suku-suku yang masih mengikuti pola suku pengembara,
dan hidup terasing di kawasan tepi-tepi hutan, dan tidak mempunyai tempat
tinggal tetap.Keadaan alam juga menjadi sebab keterbelakangan dalam hidup
perekonomian.
Di wilayah-wilayah yang kurang hujan,
ada kecenderungan pada keterbelakangan ekonomi. Pulau Sumba misalnya memiliki
penghasilan hanya 1/3 dari rata-rata penghasilan penduduk Indonesia.
Terbatasnya sarana angkutan juga sangat membatasi kelancaran pengangkutan hasil
produksi ke wilayah konsumen tidak memacu peningkatan produksi. Keterpencilan
demikian menjadi kendala yang sangat serius.
Solusi yang ingin saya tekankan untuk
pembangunan perekonomian di wilayah Indonesia bagian timur yaitu dengan peranan
sarana transportasi dan sarana pendidikan untuk menunjang suksesnya pembangunan
di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur. Dengan adanya sarana transportasi untuk
memudahkan akses wilayah wilayah terpencil di bagian Indonesia timur untuk
meratakan segala pembangunan khususnya dibidang perekonomian.
Selain itu sumber daya manusia perlu
lebih dahulu dipersiapkan. Pendidikan adalah sarana dan wahana untuk peningkatan
sumber daya manusia itu secara utuh. Oleh sebab itu peningkatan pendidikan di
belahan wilayah Indonesia Timur merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan
pembangunan belahan secara menyeluruh.
Dengan peranan pendidikan juga
dapat membantu mengolah kekayaan sumber
daya alam yang dimiliki oleh belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, baik yang
tersimpan di darat maupun di laut.
Semua ini secara potensial sangat
penting bagi pembangunan di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, yang bila
ditangani dengan tepat dapat dengan mudah mengangkat belahan wilayah Indonesia
Bagian Timur ke tingkat yang sama dengan di belahan wilayah Indonesia Bagian
Barat.
Pendidikan
yang berorientasi pada penguasaan Iptek pengelolaan laut dan angkutan laut
perlu diprioritaskan. Apabila terlambat dan tidak dijaga, kekayaan lautan
belahan wilayah Indonesia Bagian Timur akan dikuras oleh pihak asing, dan tidak
akan termanfaatkan untuk pembangunan belahan wilayah Indonesia Bagian Timur
sendiri. Potensi pariwisata belahan wilayah Indonesia Bagian Timur dilihat
sebagai peluang yang konkrit.
6. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
- Teori
Basis Ekonomi
Teori
ini berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori ini
adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan
pendapatan.
- Teori
Lokasi
Suatu teori yang dikembangkan
untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di
dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten.
- Teori
Daya Tarik Industri
Bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki
posisi pasarnya terhadap industri melalui pemberian subsidi dan insentif.
- Teori Ekonomi Neo Klasik
Teori ini memberikan dua konsep
pokok dalam pembangunan daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor-faktor
produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika
modalnya bisa mengalir tanpa restriksi atau pembatasan.
- Teori Kausasi Kumulatif
kondisi
daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk merupakan konsep dasar dari
teori kausatif kumulatif. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah
kesenjangan antara daerah-daerah tersebut.
6.
Teori Tempat Sentral
teori ini menganggap bahwa ada hirarki tempat. Setiap
tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya.
Tempat sentral merupkan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi
penduduk daerah yang mendukungnya.
Anggaran Tergantung
Pusat, Belasan DOB Dievaluasi Kemendagri
MATARAM – Pemekaran atau pembentukan Daerah
Otonomi Baru (DOB) di seluruh wilayah Indonesia, baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota sejatinya diharapka, selain sebagai upaya mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, juga diharapkan bisa semakin meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara mandiri dengan memaksimalkan potensi yang ada.
Tapi dalam kenyataannya dari sekian
DOB yang lahir melalui proses pemekaran tidak semuanya berhasil sesuai harapan.
Sebagian DOB proses pembangunannya tidak banyak mengalami kemajuan, terutama
dari sisi anggaran yang kebanyakan masih bergantung dari dana transfer
pemerintah pusat.
“Anggaran pembangunan sebagian DOB
masih bergantung dana transfer dari pusat. Maka kita lakukan evaluasi terhadap
18 DOB, kalau nanti dari hasil evaluasi tidak banyak mengalami kemajuan bisa
saja dikembalikan ke daerah induk,” kata Dirjen Otonomi Daerah, Sumarsono di
acara Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan DOB Pembentukan Tahun 2017 di Hotel
Golden Palace Mataram, Kamis (5/10/2017).
Ia mengatakan, kalau dari hasil
evaluasi terhadap 18 DOB tersebut tidak ada kemajuan, maka tidak perlu ada lagi
pemekaran. Tapi sebaliknya, kalau dengan terbentuknya DOB proses pembangunan
ekonomi bisa berkembang, maka usulan DOB kemungkinan akan dibuka kembali.
“Karena bagi DOB yang sudah lahir
silakan dikembangkan, baik dari sisi pembangunan fisik, pelayanan maupun
perekonomian sehingga baik DOB maupun induk DOB bisa lebih baik dari
sebelumnya. Pemerintah Daerah maupun DOB yang terbentuk melalui proses
pemekaran juga diharapkan bisa berinovasi mengelola berbagai potensi yang ada
sebagai sumber PAD dan tidak terus membebani pemerintah pusat,” katanya.
Lebih lanjut Sumarsono menambahkan,
sampai tahun 2017, jumlah usulan pembentukan DOB dari seluruh wilayah
Indonesia, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tercatat sebanyak 288
usulan tapi masih dalam kajian dan mulai 2019 pembentukan DOB sendiri akan
ditiadakan.
Sumarsono mengatakan, selain melakukan
penilaian dari sisi perekonomian, Kemendagri juga akan melakukan evaluasi dan
penilaian dari sisi administratif lainnya seperti penegasan batas wilayah
dimana masih banyak di antara DOB masalah batas wilayah belum diselesaikan.
“Kemudian sarana dan prasarana kantor
pemerintahan, jangan sampai numpang di ruko, karena hal tersebut akan berdampak
terhadap wibawa pemerintahan di mata masyarakat,” ujarnya.
Termasuk komitmen soal dana hibah,
pengalihan aset dan dokumen, ada yang sampai 8 tahun daerah otonom belum bisa
mengalihkan aset.
Terpisah, Ketua Komite I DPD RI, Ahmad
Mukom mengaku, tidak sepenuhnya setuju dengan rencana pemerintah pusat yang
hendak menghentikan pembentukan DOB melalui proses pemekaran.
Pasalnya dalam kenyataannya tidak
sedikit juga di antara DOB yang mengalami kemajuan, baik dari sisi pembangunan
fisik maupun perekonomian menjadi lebih baik dari induk.
“Kalau evaluasi tidak menjadi persoalan
dan memang mesti dilakukan. Tapi kalau kemudian ketika dianggap gagal dan
dikembalikan kepada daerah induk, rasanya tidak tepat. Ibarat ibu melahirkan,
masa anaknya mau dimasukkan kembali. Berikanlah kesempatan untuk berkembang
dengan tetap diberi binaan,” katanya.
Ditambahkan, DOB bukan sesuatu yang dilarang,
tapi diharapkan bisa meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat. Diharapkan pada 2018 ada peluang baru dalam hal pemekaran daerah.
Referensi :