Minggu, 22 April 2018

PEMBANGUAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

1.Undang-Undang Otonomi Daerah
A. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000

TAP MPR RI No. IV/MPR/2000 yang membahas mengenai materi rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Ketetapan MPR RI ini dikeluarkan dua tahun setelah Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. Pada tahun tersebut, terjadi pertimbangan untuk mengeluarkan Tap MPR RI yang menjabarkan secara lebih lanjut Tap MPR RI mengenai otonomi daerah yang sebelumnya. Ketetapan ini sendiri dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama tahun-tahun sebelumnya belum dilaksanakan seperti yang diharapkan sehingga banyak terjadi kegagalan.
Berdasarkan kegagalan dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang banyak terjadi itulah MPR RI mengeluarkan naskah rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Naskah tersebut berisi rumusan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah beserta dengan rekomendasi kebijakan yang merupakan solusi atas permasalah dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut.
B. UU No. 32 Tahun 2004

Peraturan perundang-undangan otonomi daerah  yaitu UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini merupakan UU pertama yang dikeluarkan berkenaan dengan otonomi daerah setelah dikeluarkannya Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. UU ini secara lengkap membahas mengenai pemerintahan daerah yang merupakan ujung tombak penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Pemberlakuan dari UU ini mempertimbangkan bahwa efisiensi dan efektivitas dari penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah, dan juga aspek potensi serta keanekaragaman daerah.
UU ini juga merupakan amanat dari pasal-pasal dalam UUD 1945 yang membahas mengenai pemerintahan daerah. Setiap upaya penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia haruslah berpegangan pada UU ini agar tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat tercapai dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. UU No. 23 Tahun 2014
Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang terakhir kita bahas yaitu UU No. 23 tahun 2014. UU ini merupakan revisi atau perubahan dari beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Di dalam UU ini, terdapat pengaturan mengenai pembagian wilayah negara, kekuasaan pemerintahan, urusan pemerintahan (baik yang berupa klasifikasi urusan pemerintahan, urusan pemerintahan absolut, dan urusan pemerintahan konkuren serta urusan pemerintahan umum).
UU ini juga membahas mengenai adanya Forkopimda, yaitu forum koordinasi pemimpin daerah yang bermanfaat untuk menunjang kelancara pelaksanaan urusan pemerintahan umum. Selain itu, UU ini juga membahas kekhususan wewenang daerah provinsi di laut dan daerah provinsi yang berciri kepulauan.
2. Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
1.PERUBAHAN PENERIMAAN DAERAH DAN PERANAN ASLI DAERAH
Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.
Sedangkan menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.  Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai  dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai  dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.

2. SUMBER SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH
Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:
1)   Hasil pajak daerah;
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya Rochmad Sumitro yang merumuskannya  “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”.
a)    Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah;
b)   Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
c)    Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;
d)   Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah sebagai badan hukum publik
2)   Hasil retribusi daerah;
Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah (Josef Kaho Riwu, 2005:171) adalah pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau mhlik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak Iangsung”.
Dari pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri  pokok retribusi daerah, yakni:
a)    Retribusi dipungut oleh daerah;
b)   Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang Iangsung dapat ditunjuk;
c)    Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan daerah
3)   Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat professional dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisiensi. (Penjelasan atas UU No.5 Tahun 1962)
Berdasarkan ketentuan di atas maka walaupun perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya hagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dan perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada profit (keuntungan), akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Atau dengan perkataan lain, perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus tetap terjainin keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan fungsi ekonomi.

4)   Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a)    Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b)   Jasa giro;
c)    Pendapatan bunga;
d)   Keuntungan seIisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
Sedangkan menurut Feni Rosalia (dalam Bintoro Tjokroamidjojo 1984: 160) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah antara lain:
a)    Dari pendapatan melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada  daerah atau yang bukan menjadi kewenangan pemajakan pemerintah pusat dan masih ada potensinya di daerah;
b)   Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, misalnya retribusi, tarif perizinan tertentu, dan lain-lain;
c)    Pendapatan-pendapatan daerah yang diperoleh dari keuntungan-keuntungan perusahaan daerah, yaitu perusahaan yang mendapat modal sebagian atau seluruh dari kekayaan daerah;
d)   Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dengan ini dimaksudkan sebagai bagian penerimaan pusat dan kemudian diserahkan kepada daerah;
e)    Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau yang penggunaannya ditentukan daerah tersebut;
f)    Seiring terdapat pemberian bantuan dari pemerintah pusat yang bersifat khusus karena keadaan tertentu. Di Indonesia hal ini disebut ganjaran;
g)   Penerimaan-penerimaan daerah yang didapatdari pinjaman-pinjaman yang dilakukan pemerintah daerah

3. Pembangunan Ekonomi Regional
           Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. Pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki

Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional:
  • Keuntungan Lokasi
  • Aglomerasi Migrasi
  • Arus lalu lintas modal antar wilayah.

Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional dibagi atas 4 kelompok
  1. Export Base - Models
  2. Neo Klassik Models
  3. Cumulative Causation Models
  4. Core Periphery Models


A.    Model Export Base
Dipelopori oleh Douglas C. North,Kelompok ini berpendapatan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi (comperative advantage) dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor.
Keuntungan lokasi umumnya berbeda setiap region hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat.
Export Base Models berorientasi pada prinsip Comperative advantage dan Comperative Competitive.


B.     Model Neo Klassik
       Penekanan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan tehnologi. Selain itu dibahas secara mendalam perpindahan penduduk ( migrasi ) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
       Model Neo Klassik mengatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan.
Pada saat proses pembangunan baru dimulai (NSB) tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi ( Divergence ) sedangkan bila proses proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama ( Negara maju ) maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun ( Convergence ) Teori Simon Kuznet Alasan ( pada NSB )
Lalu lintas orang dan modal masih belum lancar,belum lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi.
Masih kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk yang mengakibatkan belum lancarnya arus perpindahan orang dan modal antar wilayah.

C.    Model Cumulative Causation ( Keynes )
Menurut Dixon dan Thirwall ( 1974 ) Setiap negara akan mengalami “ Verdoorn Effect “
tidak terjadi Convergence dalam perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah walaupun negar tsb.
Tergolong maju
Daerah maju tetap berkembang secara pesat karena adanya hubungan positip antara kemajuan tehnologi dengan tingkat keuntungan perusahaan ( usaha ). Sedangkan daerah yang kurang berkembang akanm tetap berkembang secara lambat karena tingkat keuntungan yang diperoleh usahawan pada daerah ini rendah.
Peningkatan pemerataan pembangunan tidak dapat hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi dapat dilakukan melalui campur tangan aktif dari pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan wilayah.

D.    Model Core Periphery
Oleh John Friedman Menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa ( periphery).Menurut teori ini gerak langkah pembangunan daerah perkotaan
Akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa –desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan sangat ditentukan oleh arah pembangunan daerah perkotaan
Aspek interaksi antar daerah ( spatial interaction )
Menurut John Friedman

Hubungan Core Periphery dapat terjadi disebabkan karena :
1. Perluasan pasar
2. Penemuan sumber-sumber baru
3. Perbaikan prasarana perhubungan
4. Penyebaran tehnologi antar daerah

4. Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
1. Faktor internal
Faktor internal terdiri dari rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) karena tingkat pendidikan yang kurang mumpuni, dan budaya kemiskinan. Pengertian budaya kemiskinan adalah sikap mudah menyerah, pasrah terhadap keadaan, apatis, dan tidak ada keyakinan masa depan yang baik. Mengapa banyak masyarakat yang bersikap seperti itu? Salah satu jawabannya, mereka tidak berdaya dari segi ekonomi dan kekuasaan. Para pejabat tinggi negara seolah-olah tidak mampu mendorong sikap pesimis mereka. Dibiarkanlah yang miskin menjadi semakin miskin. Begitu pula sebaliknya, yang kaya pun akan semakin kaya.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar kontrol dan kemampuan setiap individu. Contohnya perbedaan kondisi geografis yang terdiri dari perbedaan pertumbuhan penduduk, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan ketenagakerjaan, dan perbedaan perilaku dan etos kerja masyarakat. Ada juga karna kurang lancarnya barang dan jasa yang terdiri dari kurang lancarnya kegiatan perdagangan antar wilayah dan migrasi yang kurang lancar.
5. Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Permasalahan perekonomian merupakan masalah yang sangat nyata yang dialami oleh negara kita Indonesia. Berbagai permasalahan perekonomian selalu ada di setiap daerah, salah satunya di daerah Indonesiaa bagian timur.
Masalah perekonomian selalu terkait dengan pembangunan yang dilakukan oleh negara. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan perekonomian selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran.
Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.
Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
Permasalah kawasan timur Indonesia yang memiliki potensi yang sangat melimpah namun belum sampai juga menyentuh kesejahteraan rakyat kebanyakan. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa belahan wilayah Indonesia Bagian Timur berbeda keadaannya dari belahan wilayah Indonesia Bagian Barat. Secara geografis ketersebaran pulau-pulaunya berada di wilayah yang sangat luas.
Perhubungan menjadi masalah utama, baik darat, laut, maupun udara. Keadaan medan dan iklim merupakan kendala alami yang luar biasa sulitnya untuk diatasi. Di beberapa wilayah, perhubungan antar pulau dengan perahu rakyat seolah-olah terputus beberapa bulan oleh datangnya musim angin kencang.
Di Irian Jaya, 75% dari kecamatan-kecamatan yang ada terpaksa harus dicapai dengan angkutan udara, karena tidak adanya angkutan darat atau sungai. Ketersebaran penduduk maupun isolasi alami menimbulkan keadaan yang khusus pula. Ratusan bahasa daerah dipergunakan di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, walaupun jumlah penduduknya tidak terlalu banyak.
Kebudayaan-kebudayaan daerah demikian juga halnya, sangat beraneka ragam; mulai dari kebudayaan tingkat Zaman batu sampai Zaman Mutakhir. Ada suku-suku yang masih mengikuti pola suku pengembara, dan hidup terasing di kawasan tepi-tepi hutan, dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap.Keadaan alam juga menjadi sebab keterbelakangan dalam hidup perekonomian.
Di wilayah-wilayah yang kurang hujan, ada kecenderungan pada keterbelakangan ekonomi. Pulau Sumba misalnya memiliki penghasilan hanya 1/3 dari rata-rata penghasilan penduduk Indonesia. Terbatasnya sarana angkutan juga sangat membatasi kelancaran pengangkutan hasil produksi ke wilayah konsumen tidak memacu peningkatan produksi. Keterpencilan demikian menjadi kendala yang sangat serius.
Solusi yang ingin saya tekankan untuk pembangunan perekonomian di wilayah Indonesia bagian timur yaitu dengan peranan sarana transportasi dan sarana pendidikan untuk menunjang suksesnya pembangunan di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur. Dengan adanya sarana transportasi untuk memudahkan akses wilayah wilayah terpencil di bagian Indonesia timur untuk meratakan segala pembangunan khususnya dibidang perekonomian.
Selain itu sumber daya manusia perlu lebih dahulu dipersiapkan. Pendidikan adalah sarana dan wahana untuk peningkatan sumber daya manusia itu secara utuh. Oleh sebab itu peningkatan pendidikan di belahan wilayah Indonesia Timur merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan belahan secara menyeluruh.
Dengan peranan pendidikan juga dapat  membantu mengolah kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, baik yang tersimpan di darat maupun di laut.
Semua ini secara potensial sangat penting bagi pembangunan di belahan wilayah Indonesia Bagian Timur, yang bila ditangani dengan tepat dapat dengan mudah mengangkat belahan wilayah Indonesia Bagian Timur ke tingkat yang sama dengan di belahan wilayah Indonesia Bagian Barat.
Pendidikan yang berorientasi pada penguasaan Iptek pengelolaan laut dan angkutan laut perlu diprioritaskan. Apabila terlambat dan tidak dijaga, kekayaan lautan belahan wilayah Indonesia Bagian Timur akan dikuras oleh pihak asing, dan tidak akan termanfaatkan untuk pembangunan belahan wilayah Indonesia Bagian Timur sendiri. Potensi pariwisata belahan wilayah Indonesia Bagian Timur dilihat sebagai peluang yang konkrit.

6. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
  1. Teori Basis Ekonomi
Teori ini berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan.
  1. Teori Lokasi
Suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten.
  1. Teori Daya Tarik Industri
Bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industri melalui pemberian subsidi dan insentif.
  1. Teori Ekonomi Neo Klasik
Teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor-faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modalnya bisa mengalir tanpa restriksi atau pembatasan.
  1. Teori Kausasi Kumulatif
kondisi daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk merupakan konsep dasar dari teori kausatif kumulatif. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut.

6.       Teori Tempat Sentral
teori ini menganggap bahwa ada hirarki tempat. Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya. Tempat sentral merupkan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.


Anggaran Tergantung Pusat, Belasan DOB Dievaluasi Kemendagri

MATARAM – Pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di seluruh wilayah Indonesia, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota sejatinya diharapka, selain sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, juga diharapkan bisa semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri dengan memaksimalkan potensi yang ada.
Tapi dalam kenyataannya dari sekian DOB yang lahir melalui proses pemekaran tidak semuanya berhasil sesuai harapan. Sebagian DOB proses pembangunannya tidak banyak mengalami kemajuan, terutama dari sisi anggaran yang kebanyakan masih bergantung dari dana transfer pemerintah pusat.
“Anggaran pembangunan sebagian DOB masih bergantung dana transfer dari pusat. Maka kita lakukan evaluasi terhadap 18 DOB, kalau nanti dari hasil evaluasi tidak banyak mengalami kemajuan bisa saja dikembalikan ke daerah induk,” kata Dirjen Otonomi Daerah, Sumarsono di acara Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan DOB Pembentukan Tahun 2017 di Hotel Golden Palace Mataram, Kamis (5/10/2017).
Ia mengatakan, kalau dari hasil evaluasi terhadap 18 DOB tersebut tidak ada kemajuan, maka tidak perlu ada lagi pemekaran. Tapi sebaliknya, kalau dengan terbentuknya DOB proses pembangunan ekonomi bisa berkembang, maka usulan DOB kemungkinan akan dibuka kembali.
“Karena bagi DOB yang sudah lahir silakan dikembangkan, baik dari sisi pembangunan fisik, pelayanan maupun perekonomian sehingga baik DOB maupun induk DOB bisa lebih baik dari sebelumnya. Pemerintah Daerah maupun DOB yang terbentuk melalui proses pemekaran juga diharapkan bisa berinovasi mengelola berbagai potensi yang ada sebagai sumber PAD dan tidak terus membebani pemerintah pusat,” katanya.
Lebih lanjut Sumarsono menambahkan, sampai tahun 2017, jumlah usulan pembentukan DOB dari seluruh wilayah Indonesia, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tercatat sebanyak 288 usulan tapi masih dalam kajian dan mulai 2019 pembentukan DOB sendiri akan ditiadakan.
Sumarsono mengatakan, selain melakukan penilaian dari sisi perekonomian, Kemendagri juga akan melakukan evaluasi dan penilaian dari sisi administratif lainnya seperti penegasan batas wilayah dimana masih banyak di antara DOB masalah batas wilayah belum diselesaikan.
“Kemudian sarana dan prasarana kantor pemerintahan, jangan sampai numpang di ruko, karena hal tersebut akan berdampak terhadap wibawa pemerintahan di mata masyarakat,” ujarnya.
Termasuk komitmen soal dana hibah, pengalihan aset dan dokumen, ada yang sampai 8 tahun daerah otonom belum bisa mengalihkan aset.
Terpisah, Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Mukom mengaku, tidak sepenuhnya setuju dengan rencana pemerintah pusat yang hendak menghentikan pembentukan DOB melalui proses pemekaran.
Pasalnya dalam kenyataannya tidak sedikit juga di antara DOB yang mengalami kemajuan, baik dari sisi pembangunan fisik maupun perekonomian menjadi lebih baik dari induk.
“Kalau evaluasi tidak menjadi persoalan dan memang mesti dilakukan. Tapi kalau kemudian ketika dianggap gagal dan dikembalikan kepada daerah induk, rasanya tidak tepat. Ibarat ibu melahirkan, masa anaknya mau dimasukkan kembali. Berikanlah kesempatan untuk berkembang dengan tetap diberi binaan,” katanya.
Ditambahkan, DOB bukan sesuatu yang dilarang, tapi diharapkan bisa meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan pada 2018 ada peluang baru dalam hal pemekaran daerah.


Referensi :