PERTEMUAN 4
Nama : Syafa Najmi Laila
Kelas : 2EB17
NPM : 25217816
11. KONSUMEN
11.1 Pengertian
Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, maupun orang lain dan tidak untuk diperdagangkan.
11.2 Azas dan Tujuan
Azas – azas dalam hukum perlindungan konsumen pada Pasal 2 UU PK adalah :
1. Azas Manfaat
Mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada konsumen dan pelaku usaha. Agar tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada konsumen dan pelaku usaha. Agar tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Azas keadilan
Pada Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui azas ini kedua belah pihak dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
Pada Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui azas ini kedua belah pihak dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3. Azas Keseimbangan
Dengan penerapan azas ini diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
Dengan penerapan azas ini diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi.
Penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi.
5. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Pada Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa Tujuan Perlindungan Konsumen adalah:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
11.3 Hak dan Kewajiban
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
11.4 Hak dan Kewajiban
Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun 1999 Hak dan Kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
1. Hak Pelaku Usaha
· Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan
· Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
· Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen
· Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan
· Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban Pelaku Usaha
· Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
· Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan
· Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
· Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku
· Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi
· Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
· Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
11.5 Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dandimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
1. Larangan dalam memproduksi / memperdagangkan
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
· Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
· Tidak sesuai dengan ukuran takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
· Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut
· Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label
· Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal
· Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto
2. Larangan dalam menawarkan / memproduksi
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah :
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah :
· Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu
· Barang tersebut dalam keadaan baik/baru
· Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu
· Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi
· Barang atau jasa tersebut tersedia
· Tidak mengandung cacat tersembunyi
· Berasal dari daerah tertentu
· Secara langsung atau tidak merendahkan barang atau jasa lain
· Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap
· Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3. Larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
· Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu
· Tidak mengandung cacat tersembunyi
· Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain
· Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
4. Larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
· Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa
· Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa
· Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa
· Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan
· Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
11.6 Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1. Menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen
4. Pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen
11.7 Tanggung Jawab
Dalam UU nomor 8 tahun 1999 diatur pada pasal 19 sampai dengan pasal 28
1. Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
2. Pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
3. Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
4. Pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
a) barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
b) cacat barabg timbul pada kemudian hari
c) cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
d) kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e) lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
11.8 Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh UU nomor 8 tahun 1999, yang tertulis dalam pasal 60 - pasal 63 dapat berupa sanksi administrative, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampas barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentiaan kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabuatn izin usaha.
12. PERSAINGAN USAHA
12.1 Pengertian
Persaingan Usaha adalah bersaingnya para penjual yang sama-sama berusaha mendapatkan keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para penjual biasanya berusaha mengungguli persaingan dengan membedakan harga, produk, distribusi dan promosi.
Hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek berkaitan dengan persaingan usaha, yang melingkupi hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kompetisi sebuah usaha atau bisnis.
12.2 Azas dan Tujuan
Ø Azas Hukum Persaingan Usaha :
Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum (pasal 2 UU NO 5 thn 99)
Ø Tujuan Hukum Persaingan Usaha :
1. Agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup
2. Agar persaingan yang dilakukan tetap sehat
3. Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi
4. Melindungi kebebasan konsumen dan produsen
5. Efisiensi ekonomi
6. Meningkatkan kesejahteraan konsumen
7. Melindungi usaha kecil
8. Menciptakan keadilan dan kejujuran dalam berusaha
9. Mengendalikan inflasi
1. Agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup
2. Agar persaingan yang dilakukan tetap sehat
3. Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi
4. Melindungi kebebasan konsumen dan produsen
5. Efisiensi ekonomi
6. Meningkatkan kesejahteraan konsumen
7. Melindungi usaha kecil
8. Menciptakan keadilan dan kejujuran dalam berusaha
9. Mengendalikan inflasi
12.3 Kegiatan yang dilarang
1. Melakukan Praktek Monopoli
2. Melakukan Praktek Monopsoni
3. Penguasaan pasar, predatory pricing, penetapan biaya
4. Persekongkolan, perolehan rahasia perusahaan, penghambatan produksi dan pemasaran pesaing
12.4 Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
2. Penetapan harga, diskriminasi harga, predatory pricing, resale price maintenance
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsoni
8. Integrash vertical
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar
13.PERSAINGAN USAHA
13.1 Hal – hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
1. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan perundang-undangan yang berlaku
2. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas intelektual
3. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
4. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan
5. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan dan perbaikan hidup masyarakat
6. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI
13.2 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Tugas :
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal4-16)
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya prakter monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 17-24)
3. Melakukan penilaian terhadap ada tau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
4. Mengambil tindakan yang sesuai dengan wewenang komisi
5. Memberikan saran dan pertimbangan pada pemerintah
6. Menyusun pedoman atau publikasi yang berkaitan dengan UU ini
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR
1 13 .3 SANKSI:
1. Tindakan administratif
2. Pidana pokok
3. Pidana tambahan
KPPU hanya berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar UU ini
1. Tindakan administratif
2. Pidana pokok
3. Pidana tambahan
KPPU hanya berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar UU ini
14. SENGKETA
14.1 Pengertian
Sengketa adalah suatu perilaku pertentangan antara kedua orang atau lebih atau dengan suatu lembaga yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
14.2 Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
14.3 Negosiasi
Adalah komunikasi yang dilakukan dua arah dan dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan sama maupun berbeda.
14.4 Mediasi
Adalah salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan mediator. Mediasi mengandung unsur-unsur :
1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
14.5 Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1. Salah satu pihak meninggal
2. Salah satu pihak bangkrut
3. Pembaharuan utang (novasi)
4. Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5. Pewarisan
6. Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
8. Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase, yaitu :
· Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
· Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
14.6 Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Litigasi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera ( 3-6 minggu )
|
Agak cepat ( 3-6 bulan )
|
Lama ( > 2 tahun )
|
Biaya
|
Murah ( low cost )
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
|
Masa lalu
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
|
Jalan buntu
|
Result
|
win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosinal
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
https://www.
CONTOH KASUS
JawaPos.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali melanjutkan sembilan kasus pasca terjadinya pergantian pengurus. Salah satu yang dilanjutkan untuk didalami adalah masalah persaingan usaha transportasi online yang hanya ada dua pemain yakni Gojek dan Grab.
Asal tahu saja, KPPU Singapura atau Competision Commission of Singapure (CSS) telah menyelidiki rencana akuisisi tersebut. Hasilnya, kedua raksasa bidang transportasi online itu batal merger karena dianggap melakukan monopoli.
“Kalau di Singapura itu memang dianggap melanggar, ini masih kami kaji karena dilihat dari peraturan UU kami, merger akusisi aset itu tidak masuk, sehingga saya lagi cari penafsiran bagaimana ini bisa ditindaklanjuti,” ujar Ketua KPPU Kurnia Toha di kantornya, Jakarta, Selasa (10/7).
Saat ini, KPPU sendiri juga tengah mendalami terkait adanya akuisisi Uber oleh Grab di Indonesia. Dalam peraturan KPPU, belum ada wewenang untuk mengatur merger ataupun akuisisi. Sehingga, kedua perusahaan tidak wajib lapor saat hendak melakukan aksi korporasi.
“Kami juga tidak bisa memaksa dia untuk lapor, jadi tidak ada kewajiban. Tapi saya sedang pelajari, apa mungkin melalui penafsiran,” jelasnya.
Meskipun begitu, KPPU masih bisa memantau perilaku perusahaan. Jika terbukti melanggar maka bisa pasal yang lain. Sejauh ini, cara yang digunakan KPPU dalam menyelidiki pelanggaran persaingan usaha adalah dengan melihat perilakunya. Seperti, perusahaan menghambat pelaku usaha lain atau tidak serta mengeluarkan tindakan diskriminatif atau mematok harga dengan harga jual yang teramat murah.
“Tentu kami lihat dari tingkah lakunya, apakah dia menghambat atau tidak ke pelaku usaha lain, apakah dia diskriminatif, atau dia jual murah dari pricing dan lain-lain,” pungkasnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.jawapos.com/ekonomi/bisnis/10/07/2018/kppu-dalami-persaingan-bisnis-dua-perusahaan-jasa-ojek-online/https://www.academia.edu/31602957/Makalah_Sengketa_bisnis_dan_penyelesaian_Negosiasi_mediasi_dll